Filsafat Masih Dipandang Sebelah Mata di Indonesia

- Editor

Sabtu, 20 September 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hadapi Tantangan Zaman
Filsafat profesional masih dipandang sebelah mata di Indonesia. Padahal, filsafat mengajarkan pemikiran rasional, bertanggung jawab, dan kritis. Hal itu sangat dibutuhkan untuk membebaskan masyarakat dari pemikiran ideologis manipulatif dan rangsangan kapitalisme.

Demikian salah satu gagasan yang disampaikan pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis-Suseno, Jumat (19/9), dalam pembukaan Simposium Internasional Filsafat Indonesia bertema ”Mencari Sosok Filsafat Indonesia”, di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Menurut Magnis, pada abad ke-21 yang penuh tantangan intelektual ini, bangsa Indonesia tidak boleh lagi mengabaikan ilmu kritis filsafat. ”Situasi pengabaian filsafat profesional dalam kehidupan intelektual sangat merugikan. Kita tidak boleh mengabaikan ilmu kritis yang justru mau membantu menanggulangi tantangan-tantangan itu,” tuturnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Akhir abad ke-20 lalu, filsafat seolah-olah kehilangan pekerjaan karena penjelasan tentang makna hidup telah diambil oleh agama, pengetahuan ditangani ilmu-ilmu khusus, dan program-program politik menjadi ranah ideologi. Di antara hal-hal itu, yang tidak terwadahi oleh semuanya adalah kritik. Di sinilah filsafat tetap menjalankan perannya.

”Peran filsafat semakin diperlukan di alam sosial yang ditentukan oleh globalisasi komunikasi dan kekuasaan media visual yang bisa memberi kesan-kesan yang secara emosional teramat kuat, bahkan meyakinkan, tetapi justru tidak terikat pada kebenaran,” papar Magnis.

Di Indonesia, Magnis melihat tiga sosok filsuf yang dia nilai orisinal, yaitu Sutan Takdir Alisjahbana, Tan Malaka, dan Nicolaus Driyarkara. Sutan sendiri terkenal dengan gagasannya bahwa filsafat sangat penting memperdalam sikap rasional masyarakat, Tan Malaka lewat bukunya Madilog hendak mengajak Indonesia keluar dari ”logika mistika” perdukunan ke sikap logis, dan Driyarkara yang berusaha mengangkat kekhasan dan martabat manusia.

Filsuf Indonesia
Guru Besar Universitas Indonesia Toeti Heraty Noerhadi Rooseno dalam paparannya mengatakan, tahun 1984 terbit ensiklopedia filsuf oleh    Presses Universitaires de France yang di dalamnya terdapat 15 nama filsuf Indonesia. Mereka adalah Agus Salim, Sutan Takdir Alisjahbana, Driyarkara, Hamka, Soemantri Hardjoprakoso, Ki Hajar Dewantara, Mangkunegara IV, Mpu Kanwa, Mpu Tantular, Muhammad Natsir, Notonagoro, Pakubuwana IV, Ranggawarsita, Soekarno, dan Yasadipura.

”Dalam waktu terbatas, saya diminta Sutan Takdir Alisjahbana untuk mengisi ensiklopedia itu dan setelah diperoleh 15 entry, ternyata masih ada dua nama yang terlupakan, yaitu Tan Malaka dan Hamzah al-Fansuri. Ketika akan diusulkan lagi ternyata harus menunggu 50 tahun lagi,” ungkapnya.

b40db61946fa4f20aac06fcf3d06748fYang memprihatinkan, pada 2009, saat terbit ensiklopedia filsuf terbaru, semua nama filsuf Indonesia hilang. Diduga, hal itu terjadi karena korespondensi dengan Sutan Takdir Alisjahbana tidak mendapat respons dari universitas nasional.

Ketua Penyelenggara Simposium Internasional Filsafat Indonesia Jaya Suprana beranggapan, dalam diskursus formal ataupun perbincangan informal, nyaris tidak pernah terdengar pembahasan tentang filsafat Indonesia.

”Saya begitu jengkel dan marah mengapa yang sering dibicarakan hanya filsafat Yunani, Mesir, Perancis, Jerman, Inggris, dan sebagainya. Saya yakin bahwa pemikir-pemikir Indonesia, seperti Ranggawarsita, Tan Malaka, Sutan Takdir Alisjahbana, Soekarno, atau Driyarkara, tidak kalah bijak dari filsuf-filsuf luar negeri,” kata dia.

Jaya beranggapan, tanpa harus menunggu pengakuan dari pihak mana pun, masyarakat Indonesia sebenarnya mampu memproklamirkan kedaulatan filsafat Indonesia.

”Kami bersatu padu tanpa harus menunggu pengakuan pihak mana pun untuk mengakui mahakarya gagasan pemikir Indonesia sebagai filsafat Indonesia,” ungkapnya.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti membenarkan bahwa ilmu filsafat penting dan sangat dibutuhkan. Ini solusi untuk menjelaskan mengapa akhir-akhir ini banyak terjadi krisis moral dan perlunya revolusi mental. Oleh karena itu, harus kita dukung institusi dan sumber daya manusia ilmu filsafat.

”Selama ini memang tidak seimbang. Kalau mencari beasiswa filsafat susah, sementara untuk ilmu teknik mudah. Kita perlu menyeimbangkannya,” kata Wiendu. (ABK)

Sumber: Kompas, 20 September 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB