Fasilitas Masih Jadi Kendala

- Editor

Sabtu, 9 Januari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perguruan Tinggi Swasta yang Dinegerikan Diminati Calon Mahasiswa
Penegerian 29 perguruan tinggi swasta masih menyisakan masalah administrasi dan fasilitas. Akibat keterbatasan ruang, misalnya, pihak universitas terpaksa meminjam ruangan kelas di sekolah-sekolah. Di sisi lain, sejak berstatus “negeri”, perguruan tinggi itu diminati.

Setelah berstatus sebagai perguruan tingi negeri (PTN), jumlah calon mahasiswa yang mendaftar di UPN “Veteran” Yogyakarta Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya, mencapai 53.000 atau melonjak dua kali lipat dibandingkan saat universitas itu berstatus sebagai perguruan tinggi swasta.

“Kami kewalahan saat menyelenggarakan tes masuk hingga harus meminjam ruangan di Universitas Negeri Yogyakarta,” kata Kepala Bagian Humas UPN “Veteran” Yogyakarta Indar Martanto, Jumat (8/1). Seleksi mahasiswa baru di universitas itu masih menggunakan sistem seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri dan tes jalur mandiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Universitas itu kini juga tengah melakukan berbagai penyesuaian administrasi. “Beberapa tenaga kami telah ditatar untuk urusan administrasi itu meskipun masih belum lancar,” kata Indar.

Penyesuaian administrasi antara lain berdampak pada terlambatnya pembayaran gaji bagi sejumlah dosen. Namun, keterlambatan itu tak memengaruhi kegiatan pengajaran dari dosen kepada mahasiswa.

Sarana
Setelah berubah status menjadi PTN, jumlah mahasiswa yang diterima Universitas Negeri Tidar-dulu Universitas Tidar Magelang-juga meningkat pesat. Namun, kondisi itu belum didukung kesiapan fasilitas, seperti ruang kuliah.

6234ca46173146bf9c938e3a065223fcKOMPAS/SAMUEL OKTORA–Mahasiswa Program Studi Teknik Perawatan dan Perbaikan Mesin Politeknik Negeri Subang di Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengikuti kegiatan perkuliahan, Kamis (7/1). Politeknik yang didirikan pemerintah tahun 2014 itu, sampai saat ini, masih kekurangan tenaga pengajar, dan untuk dua program studi, yakni teknik perawatan dan perbaikan mesin serta prodi agroindustri, belum memiliki laboratorium. Untuk kegiatan laboratorium, mahasiswa di dua program studi itu masih menumpang di Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Subang serta Balai Latihan Kerja Subang.

Kepala Biro Umum dan Keuangan Universitas Negeri Tidar Among Wiwoho mengatakan, pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah pendaftar dan mahasiswa yang diterima hanya berkisar 400 orang. Namun, dari hasil seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri untuk tahun akademik 2015/2016, Universitas Negeri Tidar mendapatkan 6.000 pendaftar dan akhirnya menerima 1.100 orang sebagai mahasiswa.

Namun, karena keterbatasan ruang, selama setahun terakhir, sebagian mahasiswa terpaksa berkuliah di luar kampus. “Saat ini, ratusan mahasiswa dari jurusan ekonomi pembangunan dan teknik sipil terpaksa kuliah dengan memakai ruang kelas yang kami sewa di satu SMP di Kecamatan Secang dan satu SMK di Kecamatan Muntilan,” ujarnya, Kamis (7/1).

Pihak Universitas Negeri Tidar tengah membangun tiga gedung empat lantai. Ratusan mahasiswa yang kini menumpang belajar di SMP dan SMK itu dipastikan baru bisa kembali menghuni ruang kelas di kompleks kampus setelah tiga gedung itu selesai dibangun.

Setelah berstatus sebagai PTN, Among mengatakan, Universitas Negeri Tidar berencana mengembangkan diri, memperbanyak jumlah program studi, dan menambah satu fakultas, yaitu fakultas kedokteran. Namun, rencana tersebut masih dalam pembahasan lebih lanjut.

Politeknik Negeri Subang sebagai perguruan tinggi negeri baru juga masih mengalami sejumlah kendala sarana dan prasarana. Wakil Direktur Bidang Akademik Politeknik Negeri Subang Oyok Yudiyanto, Kamis (7/1) di Subang, mengatakan, pendirian politeknik itu belum sepenuhnya ditunjang sarana dan prasarana memadai antara lain gedung perkuliahan, rektorat, termasuk tenaga pengajar, ataupun tenaga kependidikan.

Ketika politeknik itu dibentuk, pemerintah pusat pada Juni 2014 baru menunjuk seorang direktur, yakni Ridwan Baharta, mantan Direktur Politeknik Negeri Lampung. Namun, terkait gedung perkuliahan, pengajar, dan tenaga kependidikan belum ada.

Pihak Pemerintah Kabupaten Subang memfasilitasi ruang kuliah dengan meminjamkan ruangan di SMA PGRI 2 dan SMA Langlangbuana, Subang. Untuk gedung rektorat, Pemkab Subang memfasilitasinya dengan meminjamkan gedung di lingkungan Islamic Centre, Subang.

Sampai kini, pihak Politeknik Negeri Subang juga belum mempunyai laboratorium untuk prodi agroindustri ataupun prodi teknik perawatan dan perbaikan mesin. Untuk kegiatan laboratorium, pihak kampus masih menumpang di Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia serta Balai Latihan Kerja di Subang.

Menurut Oyok, pemerintah pusat sebenarnya siap untuk membangunkan gedung rektorat, perkuliahan, dan sarana laboratorium, tetapi pihak Pemerintah Kabupaten Subang harus menyelesaikan dulu pengurusan sertifikat tanah dan analisis mengenai dampak lingkungan. Pemkab Subang telah menyediakan lahan sekitar 40 hektar.

Pengamat pendidikan tinggi Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, berpendapat, penegerian perguruan tinggi swasta bukan solusi yang baik. Jika pemerintah ingin memajukan pendidikan di daerah terpencil, terluar, ataupun perbatasan bisa dilakukan dengan cara selain penegerian perguruan tinggi swasta. Contohnya, dengan memberi hibah kepada perguruan tinggi swasta setempat dengan pengawasan ketat dan bimbingan untuk meningkatkan kualitas sarana serta prasarana. Adapun dari sisi pemberdayaan mahasiswa, bisa melalui berbagai bentuk beasiswa.

“Di masyarakat ada stigma bahwa PTN lebih bergengsi daripada PTS. Padahal, seharusnya saling melengkapi,” katanya

Penegerian perguruan tinggi swasta juga berarti menambah beban negara. Dalam prosesnya pun dihadang berbagai masalah ketatausahaan, seperti status pegawai dan aset yang memperlambat proses kuliah.(SEM/DRA/EGI/DNE/CHE/SEM/ODY/ETA)
————————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Januari 2016, di halaman 11 dengan judul “Fasilitas Masih Jadi Kendala”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 7 Februari 2024 - 13:56 WIB

Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB