Demokrasi Digital; Peluang di Antara Partitokrasi dan Tokenisme

- Editor

Minggu, 11 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tahun 2014 menunjukkan, media sosial menjadi pedang yang tajam untuk kekuasaan. Di tahun ini, kemampuan warga pengguna internet (netizen) dalam mendorong demokratisasi diyakini makin bertambah matang. Namun, tantangan yang dihadapi demokrasi digital juga akan semakin banyak.


Deputi Direktur Public Virtue Institute John Muhammad, Sabtu (10/1), di Jakarta, menuturkan, ancaman demokrasi digital pada 2015 adalah partitokrasi, yaitu ketika elite partai membuat keputusan atas nama demokrasi, tetapi sebenarnya menelikung aspirasi publik. Tantangan lainnya adalah praktik tokenisme, yaitu menganggap kinerja pemerintahan selalu baik dan tak perlu dikritik.

”Jangan cepat berpuas diri, harus ada inisiatif agar kontrol netizen terus berkembang. Tokenisme dan partitokrasi bisa kita lawan,” kata John.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, John mengingatkan, tokenisme dan partitokrasi saat ini tak cukup dilawan dengan gerakan kampanye menggunakan tagar (hashtag). Tak cukup pula sekadar bermain trending topic di media sosial.

Perlawanan harus dilakukan dengan memanfaatkan sumber data. ”Saya menantang aktivisme digital, termasuk diri saya sendiri, untuk lebih maju lagi bukan sekadar bermain trending topic dan tagar. Namun, juga harus siap dengan data pembanding,” kata John.

Koordinator Regional Safenet Damar Juniarto mengatakan, ancaman lain berasal dari UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terutama Pasal 27
Ayat (3 )yang mengatur mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik secara daring.

Ancaman itu menjadi nyata, karena, menurut catatan Damar, sudah ada 74 netizen yang dijerat dengan UU ITE dan 44 kasus di antaranya ada di tahun 2014. ”Kalau tak ada kelompok yang sadar dengan ancaman ini dan membiarkannya, maka akan bahaya,” kata Damar.

Perubahan
Dalam Temu Demokrasi Digital Indonesia 2014, aktivis gerakan digital, Ulin Yusron, mengatakan, sekarang media sosial tidak lagi cukup digunakan untuk lucu-lucuan. Media sosial harus dipakai untuk mendorong perubahan. Oleh karena itu, infrastruktur digital perlu dikembangkan. ”Pemerintah harus membangun infrastruktur internet yang murah dan bisa diakses semua orang,” katanya.

Suwandi Ahmad dari iLab juga menyoroti masih terbatasnya penetrasi internet. Tantangan di 2015 adalah bagaimana membuat internet terjangkau dan dapat diakses oleh semua orang.

Apa yang dikatakan Suwandi bukan mengada-ada. Blogger Arumbai Maluku, Almascatie, memberikan kesaksian tentang sulitnya akses internet di Indonesia bagian timur. Ia mencontohkan, perjuangan warga di pelosok Maluku yang harus berjalan dua hari ke ibu kota kabupaten sekadar untuk mengunggah foto kerusakan jalan di daerahnya ke media sosial. Dengan harapan, setelah foto diunggah, pemerintah terdorong untuk memperbaiki jalan di darahnya. ”Ketika orang bicara kemajuan internet, kami orang dari timur hanya menonton,” katanya.

Arief Azis dari Change.org mengatakan, setidaknya ada empat hal yang dibutuhkan untuk mengembangkan demokrasi digital. Keempat hal itu adalah infrastruktur digital yang merata, masyarakat sipil yang mengerti digital, kepastian hukum, dan pejabat yang mendengar melalui kanal digital. ”Saya meyakini, arus demokrasi digital akan semakin signifikan dan didengar,” katanya. (AMIR SODIKIN)

Sumber: Kompas, 11 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB