Biaya Mahal Riset Kelautan Bisa Diatasi

- Editor

Senin, 27 Desember 2010

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Meski dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut, sangat sedikit ekspedisi dan penelitian kelautan yang dilakukan. Sejak era kolonial hingga kini, penggalian kekayaan laut Indonesia justru banyak dilakukan orang asing.

”Persoalan dana selalu menjadi alasan. Riset kelautan selalu dianggap mahal,” ungkap Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hery Harjono dalam pembukaan Lokakarya Ekspedisi Laut Natuna dan Perairan Kalimantan Selatan di Jakarta, Senin (27/12).

Ketua Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Suharsono mengatakan, biaya riset kelautan diperkirakan 5-10 persen dari total biaya riset Indonesia. Hal ini menunjukkan, riset kelautan belum menjadi prioritas para pengambil kebijakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kondisi itu ironis mengingat Komite Inovasi Nasional telah menetapkan sistem inovasi nasional untuk mewujudkan Indonesia yang berdaya saing dan maju pada 2025 berbasis pada pembangunan ekonomi benua maritim. Namun, gagasan itu tidak ditopang dengan penelitian yang memadai.

Riset kelautan lebih mahal 3-5 kali lipat dibandingkan riset di darat. Biaya itu utamanya untuk pembelian bahan bakar kapal, penyediaan peralatan penelitian, hingga biaya keselamatan peneliti akibat risiko riset di laut lebih tinggi. ”Meski mahal, revenue (hasil) dari penelitian itu juga tinggi, seperti yang diperoleh Jepang,” ujarnya.

Untuk mengatasi mahalnya biaya riset, Hery mengusulkan riset gabungan antara peneliti Indonesia dan peneliti luar negeri atau antarpeneliti dalam negeri terus dilakukan. Dengan demikian, peralatan yang ada dapat dioptimalkan pemanfaatannya.

Suharsono menambahkan, peran perguruan tinggi negeri (PTN) yang ada di hampir setiap provinsi perlu lebih dioptimalkan. PTN disokong oleh dana pendidikan yang tinggi dan bisa menjalin kerja sama dengan setiap pemerintah provinsi. Pemerintah provinsi perlu didorong untuk lebih peduli dengan pembangunan kelautan karena semua provinsi memiliki wilayah laut. (MZW)

Sumber: Kompas, Selasa, 28 Desember 2010 | 02:33 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB