Indonesia harus membangun kemandirian dengan kekuatan yang dimilikinya sendiri. Di tengah situasi ekonomi global yang tidak menggembirakan, bangsa Indonesia sudah tidak bisa lagi mengandalkan negara lain untuk membangun kemandirian.
“Jangan lagi mengharapkan bantuan dari Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, dan Eropa yang saat ini tengah menghadapi kesulitan ekonomi,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi di Puspiptek Serpong, Tangerang, Senin (1/2).
Rakernas dihadiri oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk membangun kemandirian, menurut Wapres, Indonesia dapat menempuhnya dengan meningkatkan daya saing. Caranya, kemampuan sumber daya manusia Indonesia dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus ditingkatkan.
Menurut Kalla, dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai, beragam inovasi pun dapat dihasilkan oleh bangsa Indonesia.
Ia menyatakan, selama ini Indonesia sudah memiliki keunggulan dalam hal jumlah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan pasar. Namun, selama ini Indonesia masih banyak mengandalkan impor.
Nasir mengatakan, berdasarkan 12 kriteria dari World Economic Forum, riset dan teknologi serta perguruan tinggi berkontribusi terhadap peningkatan daya saing bangsa. Adapun daya saing Indonesia pada 2015 dibandingkan dengan tahun sebelumnya meningkat dalam hal pendaftaran mahasiswa di perguruan tinggi, ketersediaan layanan riset dan pelatihan, serta aplikasi paten.
Peringkat Indonesia tidak berubah untuk aspek kolaborasi litbang perguruan tinggi-industri, kualitas lembaga riset, anggaran perusahaan untuk litbang, dan dukungan pemerintah untuk produk teknologi maju. Selain itu, Indonesia juga mengalami penurunan jumlah ilmuwan, insinyur, dan kapasitas inovasi.
“Peran perguruan tinggi bukan sebagai agen pengajaran atau lembaga riset sebagai riset, melainkan menjadi agen pembangunan ekonomi dan perubahan budaya,” tutur Nasir.
Menanggapi pernyataan Kalla, Direktur Jenderal Penguatan dan Pengembangan Riset Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati mengatakan, upaya mendayagunakan potensi dan kemampuan sumber daya iptek telah dimulai. Upaya ini tertuang dalam Rencana Induk Riset Nasional.
Dalam rencana tersebut, dihimpun semua lembaga riset di lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK), kementerian, dan perguruan tinggi. Melalui sinergi semacam ini, produk inovasi iptek diharapkan dapat dikemas dalam satu paket yang siap digunakan untuk pemberdayaan masyarakat.
Pada tahap awal, ada 10 prototipe produk inovasi bidang pertanian, antara lain varietas unggul padi, jagung dan kedelai, serta pupuk. Varietas padi meliputi Sidenuk yang dihasilkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dengan produktivitas mencapai 10 ton per hektar.
Ada pula alat penanam padi Jajar Legowo yang dirancang bangun peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Semua sarana itu dijadikan satu paket dan akan diperkenalkan kepada petani melalui program kuliah kerja nyata mahasiswa. (YUN/ELN)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Februari 2016, di halaman 11 dengan judul “Bangun Kemandirian”.