10 Tahun Satelit LAPAN A1-TUBSAT; Indonesia Bisa Kuasai Teknologi Satelit

- Editor

Rabu, 11 Januari 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Satelit pertama buatan perekayasa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau Lapan, Lapan A1-TUBSat, Selasa (10/1), tepat 10 tahun mengangkasa. Perekayasa satelit Indonesia mampu merancang, memproduksi, dan menguji satelit mandiri, serta menargetkan membuat satelit operasional berukuran besar pasca 2021.

Lapan A1-TUBSat diluncurkan dengan roket PSLV-C7 dari Bandar Antariksa Satish Dhawan Sriharikotta, India, 10 Januari 2007. Satelit penginderaan jauh seberat 57 kilogram itu dibuat dibantu perekayasa Universitas Teknologi Berlin (TUB) Jerman, diluncurkan dengan roket Organisasi Riset Antariksa India (ISRO).

Meski muatan satelit dirancang beroperasi 2 tahun, sejumlah instrumen itu mampu bekerja hingga 7 tahun. Bahkan, dengan kemampuan pengendalian sikap satelit yang dimiliki perekayasa Lapan, bus satelit atau tempat yang mewadahi muatan satelit masih beroperasi hingga kini dan digunakan untuk mempelajari pengendalian satelit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Satelit itu menghasilkan banyak citra rupa bumi Indonesia ataupun negara lain. Data satelit itu pun dimanfaatkan guna mendeteksi perubahan wilayah pasca bencana di sejumlah daerah.

Kesuksesan peluncuran jadi titik awal pengembangan satelit di Indonesia. “Keberhasilan itu menambah kepercayaan perekayasa Lapan mengembangkan generasi satelit berikutnya,” kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Teknologi Satelit (Pusteksat) Lapan Abdul Karim, Selasa.

Para ahli yang dididik membuat Lapan A1-TUBSat di Jerman itu lalu mengembangkan fasilitas pembuatan satelit di Pusteksat Lapan, Rancabungur, Bogor. Kemampuan mereka melahirkan satelit Lapan A2-Orari dan Lapan A3-IPB yang diluncurkan pada tahun 2015 dan 2016.

Kedua satelit itu sepenuhnya dirancang, diproduksi, dan diuji perekayasa Indonesia menggunakan fasilitas di Indonesia. “Saat ini sedang disiapkan satelit Lapan A4 yang ditargetkan meluncur pada 2018 atau 2019 dan Lapan A5 pada 2020,” kata Kepala Lapan Thomas Djamaluddin.

Satelit Lapan generasi A, mulai dari A1-A5, adalah satelit eksperimen berukuran mikro. Berikutnya, Lapan menargetkan mengembangkan satelit generasi B, satelit operasional berukuran lebih besar, bobot 500-1.000 kg, dan kemampuan instrumen muatan lebih canggih setelah 2021.

“Karena anggaran pembuatan satelit operasional sekitar Rp 1,5 triliun sulit tersedia, Lapan memutuskan membuat satelit operasional berbasis satelit mikro dengan konsep konstelasi,” kata Djamaluddin. Dalam konsep itu, beberapa satelit mikro akan dibuat berjaringan. Kebutuhan dana lebih kecil, Rp 100 miliar.

Meski demikian, pembuatan satelit operasional tetap penting dirintis karena akan membuat kemampuan perekayasa dan ahli satelit Indonesia melompat tinggi. “Data yang dihasilkan satelit operasional pun lebih berkualitas dan andal,” ujar Karim.

Beroperasinya satelit Lapan A1-A3 dan manfaatnya menunjukkan kemampuan perekayasa membuat-mengoperasikan satelit teruji. Keterbatasan anggaran dan jumlah SDM tak halangi maju dan menjadikan Indonesia menguasai teknologi satelit.

Keberpihakan negara mendukung perekayasa satelit Lapan dinanti. “Satelit teknologi masa kini dan masa depan yang mutlak dikuasai suatu bangsa untuk maju,” kata Djamaluddin. (MZW)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Januari 2017, di halaman 12 dengan judul “Indonesia Bisa Kuasai Teknologi Satelit”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 7 Februari 2024 - 13:56 WIB

Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB